Jumat, 22 November 2019

Tugas Softskill 2: Aspek Hukum Dalam Pembangunan


Nominal/Biaya
Perpres No. 4 Tahun 2015 Pasal 70
Jaminan Pelaksanaan diminta PPK kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk Kontrak bernilai diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 28 Perpres No. 16 Tahun 2018
  1. Bentuk Kontrak terdiri atas:
  2. Bukti pembelian/pembayaran;
  3. Kuitansi;
  4. Surat Perintah Kerja (SPK);
  5. Surat perjanjian; dan
  6. Surat pesanan.
  • Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
  • Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
  • SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  • Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Harga Tidak Wajar, Harga Wajar, Harga Timpang

Sesuai dengan penjelasan Perlem No. 9 Tahun 2018, Harga Satuan Timpang adalah Harga satuan penawaran yang melebihi 110% (seratus sepuluh persen) dari harga satuan HPS, dan dinyatakan harga satuan timpang berdasarkan hasil klarifikasi.
Evaluasi Harga Satuan Timpang
  1. Untuk Kontrak Harga Satuan atau Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga Satuan, Pokja Pemilihan melakukan klarifikasi terhadap harga satuan yang nilainya lebih besar dari 110% (seratus sepuluh persen) dari harga satuan yang tercantum dalam HPS.
  2. Apabila setelah dilakukan klarifikasi, ternyata harga satuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan/sesuai dengan harga pasar maka harga satuan tersebut dinyatakan tidak timpang.
  3. Apabila setelah dilakukan klarifikasi Harga Satuan tersebut dinyatakan timpang, maka harga satuan timpang hanya berlaku untuk volume sesuai daftar kuantitas dan harga. Jika terjadi penambahan volume terhadap harga satuan yang dinyatakan timpang, maka pembayaran terhadap tambahan volume tersebut berdasarkan harga satuan yang tercantum dalam HPS.
Apakah Harga Satuan Timpang merupakan Harga yang Wajar dan Tidak Akan Merugikan Negara?
Begini argumentasinya, yang menyatakan bahwa Harga Satuan Timpang tidak sah dan merugikan negara akan mengakibatkan Pokja ULP menetapkan pemenang dengan harga penawaran yang lebih tinggi (untuk metode harga terendah) atau dengan nilai kombinasi teknis dan harga lebih rendah (untuk sistem nilai).

Sebagaimana kita ketahui sendiri bahwa HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Jadi Penawaran yang wajar dan sah adalah:

1. Harga Satuan Timpang adalah bagian dari Harga Total Penawaran Penyedia Barang/Jasa yang mengajukan total penawaran di bawah atau sama dengan HPS, yang terdiri dari:
  • Penawaran dengan nilai lebih besar 80% HPS; atau
  • Penawaran di bawah 80% HPS yang setelah dilakukan klarifikasi dinyatakan sebagai penawaran yang sah.
2. Total Harga Penawaran tersebut di atas adalah harga penawaran paling menguntungkan sesuai metode evaluasi yang dipilih. Apabila metode evaluasi yang dipilih adalah harga terendah, maka Harga Penawaran tersebut adalah harga yang paling rendah dibandingkan penawaran lainnya yang sah.

Dengan demikian terdapatnya Harga Satuan Timpang dalam Total Harga Penawaran tidak dapat dijadikan dasar mengatakan bahwa harga penawaran adalah tidak wajar. Termasuk juga sangat tidak beralasan kalau ada yang menyimpulkan bahwa Harga Satuan Timpang adalah harga yang tidak wajar sehingga perlu dinegosiasi atau diklarifikasi untuk diturunkan senilai harga satuan HPS.

Harga Satuan Timpang digunakan untuk jumlah sebagaimana ditentukan dalam Kontrak. Pencegahan terjadinya kemungkinan kemahalan telah diatur dengan cara apabila terjadi addendum, harga yang digunakan dalam addendum adalah harga sesuai HPS.

Harga Satuan Penawaran yang lebih rendah atau sama dengan 110% HPS disebut sebagai harga yang tidak timpang.
Proses DED s/d Kontrak
Detail Engineering Design (DED) bisa berupa gambar detail namun dapat dibuat lebih lengkap yang terdiri dari beberapa komponen seperti di bawah ini:
  1. Gambar detail bangunan/gambar bestek, yaitu gambar desain bangunan yang dibuat lengkap untuk konstruksi yang akan dikerjakan
  2. Engineer’s Estimate (EE) atau Rencana Anggaran Biaya (RAB)
  3. Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
·                      Laporan akhir tahap perencanaan, meliputi :
·                      Laporan arsitektur;
·                      Laporan perhitungan struktur termasuk laporan penyelidikan tanah (Soil Test)
·                      Laporan perhitungan mekanikal dan elektrikal;
Gambar detail bangunan atau bestek bisa terdiri dari gambar rencana teknis. Gambar rencana teknis ini meliputi arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal, serta tata lingkungan. Semakin baik dan lengkap gambar akan mempermudah proses pekerjaan dan mempercepat dalam penyelesaian pekerjaan konstruksi.
Rencana Anggaran Biaya atau RAB adalah perhitungan keseluruhan harga dari volume masing-masing satuan pekerjaan. RAB dibuat berdasarkan gambar. Kemudian dapat dibuat juga Daftar Volume Pekerjaan (Bill of Quantity) serta spesifikasi dan harga. Susunan dari RAB nantinya akan direview, perhitungannya dikoreksi dan diupdate harganya disesuaikan dengan harga pasar sehingga dapat menjadi Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) ini mencakup persyaratan mutu dan kuantitas material bangunan, dimensi material bangunan, prosedur pemasangan material dan persyaratan-persyaratan lain yang wajib dipenuhi oleh penyedia pekerjaan konstruksi. RKS kemudian menjadi syarat yang harus dipenuhi penyedia sehingga dapat dimasukan ke dalam Standar Dokumen Pengadaan (SDP).
Show Case Meeting (SCM)
Show Cause Meeting ( SCM ) atau Rapat Pembuktian Keterlambatan pada proyek konstruksi. Show Cause Meeting ( SCM ) diadakan oleh Pejabat Dinas terkait dalam hal ini PPK. Rapat diadakan dikarenakan adanya kondisi kontrak kerja yang dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan shedule yang telah dibuat.
Karena kontrak dinyatakan kritis dalam hal penanganan pekerjaan maka kontrak kritis harus dilakukan dengan rapat pembuktian Show Cause Meeting ( SCM ). Pejabat Dinas dalam hal ini PPK harus memberikan peringatan tertulis kepada kontraktor mengenai keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan.
A. Ketentuan Kontrak Kritis sebagai berikut:
Sesuai dengan Permen PU No. 07/PRT/M/2011 Buku PK 06A-BAB VII B6 Angka 39.2, kontrak dinyatakan kritis apabila:
  1. Periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana.
  2. Periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana.
  3. Rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampui tahun anggaran berjalan.
B. Penanganan Kontrak Kritis sebagai berikut:
Penanganan Kritis Periode I dan Periode II
  1. Pada saat kontrak dinyatakan kritis, Direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada kontraktor/penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan Show Cause Meeting (SCM).
  2. Dalam SCM PPK, Direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyediah membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyediah dalam periode waktu tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM Tingkat Pertama.
  3. Apabila penyediah gagal pada uji coba pertama, maka dilaksanakan SCM II yang membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu tertentu (Uji coba kedua) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM II.
  4. Apabila Penyedia gagal pada uji coba tahap kedua, maka diselenggarakan SCM III yang membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM III. 
  5. Pada setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada Penyedia atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.
Dalam hal setelah diberikan SCM III yaitu Rencana fisik pelaksanaan 70 % - 100 % dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5 % dari rencana dan akan melampui tahun anggaran berjalan dan Penyediah tidak mampu memenuhi kemajuan fisik yang sudah ditetapkan, PPK melakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir, dengan ketentuan:

1. PPK dapat memberikan kesempatan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lama 50 (lima puluh) hari kalender dengan ketentuan:
a. Penyedia secara teknis mampu menyelesaikan sisa pekerjaan paliung lama 50 (lima puluh) hari kalender, dan
b. Penyedia dikenakan denda keterlambatan sesuai SSSK apabila pemberian kesempatan melampui masa pelaksanaan pekerjaan dalam kontrak.
2. PPK dapat langsung memutuskan Kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan pasal 1266 kitab Undang-Undang Hukum Perdata; atau

3. PPK dapat menunjuk pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan. Pihak lain tersebut selanjutnya dapat menggunakan bahan/peralatan, Dokumen kontraktor dokumen desain lainnya yang dibuat oleh atau atas nama penyedia. Seluruh biaya yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan Pihak Lain sepenuhnya menjadi tanggung jawab penyedia bedasarkan kontrak awal.

Kelompok 1:
Bernisqia Fachri Wijaya (18316195)
DImas Satrio Putra
Ferdinand Aldo Orlando
Muhammad Farhan
Wahyu Adhi Pranata

Kelas: 4TA04
Dosen: Wido Kharisma

Rabu, 16 Oktober 2019

Tugas Softskill: Aspek Hukum Dalam Pembangunan


1. Turunan UUD 1945 s/d NSPM, NSPK, dan Pedomannya 
Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) adalah perangkat aturan-aturan yang merupakan kebijakan Departemen yang terus dikembangkan untk menunjang operasional Direkorat jenderal dan lainnya yang terkait dengan kegiatan pembangunan infrastruktur Indonesia. NSPM diterapkan dalam upaya mengoptimalkan kinerja pelaksanaan, mulai dari pra konstruksi, masa konstruksi sampai pasca konstruksi, sehingga prasarana dan sarana atau infrastruktur yang dibanguna dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana bagi kepentingan masyarakat.
NSPK sebagai salah satu kebijakan nasional yang mengatur pedoman penyelenggaraan





urusan pemerintahan di Indonesia, merupakan bentuk dari perwujudan amanat PP 38/2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah daerah yang disebutkan di Pasal 6. Amanat pembentukan NSPK seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (6), menjadi tugas dari Pemerintah yang kemudian berdasarkan Pasal 9 diamanahkan kepada menteri/ kepala lembaga pemerintah non departemen untuk menyusunnya.

Menurut PP 38/2007 telah menyebutkan bahwa NSPK merupakan peraturan yang penetapannya menjadi kewenangan menteri. Seperti yang telah dijelaskan diatas karena belum adanya peraturan pemerintah yang mengatur proses pembuatan NSPK maka dalam proses pembentukanya sendiri harus merujuk kepada UU 10/2004 sebagai aturan dasar perundang-undangan di Indonesia. Sehingga dalam proses pembentukan sebuah NSPK, dalam melakukan legal drafting kementerian/lembaga non kementerian memasukkan NSPK sebagai peraturan menteri/kepala lembaga. Penyusunan NSPK sendiri dalam masing-masing kementerian/lembaga non kementerian diserahkan kepada direktorat/unit kerja/biro yang bertanggung jawab atas masing-masing sub bidang dalam lampiran PP 38/2007 dengan mengacu pada UU 10/2004.

2. Undang-undang tentang: Transportasi, Kereta Api, SDA, Perumahan, Air bersih, dan air limbah
  • UU Jalan Transportasi UU no 22 tahun 2009
  • UU KA UU no 23 tahun 2007
  • UU SDA UU no 11 tahun 1974
  • UU perumahan UU 1 tahun 2011
  • UU air bersih Nomor 11 Tahun 1974
  • UU air limbah UU 32 tahun 2009

3. TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri)
TKDN atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri yang kadang juga diterjemahkan Tingkat Komponen Dalam Negeri, adalah gagasan pemerintah Indonesia, supaya para pemilik brand atau vendor tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai konsumen dan pasar saja, tetapi mau turut berinvestasi di Indonesia.
Dengan TKDN software, pemerintah ingin generasi kita tidak hanya menjadi buruh, tetapi juga berkembang dalam penguasaan teknologi software. Ada aturan tambahan dari pemerintah untuk vendor yang memilih TKDN software, hanya boleh memasarkan smartphone (yang dibuat pabrikan luar) dengan harga 8 juta rupiah ke atas.

4. Pola baru atau skema baru dalam pelaksanaan konstruksi
4.1. Hutan Vertikal
Di kota-kota besar, emisi gas CO2 menjadi masalah masyarakat sekitar. Banyaknya gedung didirikan di lahan hijau. Akibatnya adalah polusi udara yang sulit ditangangi. Masalah ini membuat kontraktor memikirkan cara agar konstruksi jalan dan ramah lingkungan. Lahirnya hutan vertikal merupakan salah satu solusi dari permasalahan polusi udara di perkotaan. Hutan vertikal merupakan konstruksi bangungan yang menambahkan pepohonan sebagai alat untuk memerangi polusi udara. Rancangan ini dinilai efisien dan tidak menghilangkan unsur estetikanya.

4.2. Robot Rayap
Rayap dikenal musuh konstruksi bangungan karena dapat memakan bagian-bagian rumah. Karakteristik rayap menjadi inspirasi peneliti Havard untuk menciptakan teknologi tersebut. Robot ini dibuat untuk bekerja kelompok untuk membuat racangan yang dibuat. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi perancangan dan mengurangi resiko kecelakaan kerja.

4.3 Beton yang bisa Self-Healing
Bagaimana bisa beton mengobati dirinya sendiri, padahal ia benda mati. Hal ini bisa terjadi karena beton diberikan bakteri yang mampu memperbaiki diri. Caranya adalah ketika air masuk ke retakan beton maka bakteri tersebut aktif dan mengeluarkan kalsit untuk memperbaiki retakan. Inovasi ini mengubah konstruksi yang mahal menjadi sesuatu yang berkelanjutan.

4.4 Smart Roads
Selama ini, kita tahunya diperkotaan cuma ada smart city. Namun pernahkah mengetahui tentang smart roads. Smart roads disini maksudnya adalah jalan yang dibuat lebih futuristik dan multi fungsi. Peniliti melihat keuntungan dari jalan yang bisa diolah menjadi macam-macam. Dengan memasang sensor dan teknologi IoT, ia bisa menghasilkan listrik untuk menggerakan kendaraan listrik dan lampu dari energi yang dihasilkan dari gerakan kendaraan. Selain itu, smart roads bisa memberikan informasi tentang cuaca dan lalu lintas secara real time. Teknologi diharapkan mampu mengurangi polusi akibat emisi bahan bakar dan pembangkit listrik dari batu bara.

4.5 Pondasi Konstruksi dengan Bambu
Selama ini kita tahunya bambu cuma dipakai senjata waktu melawan penjajah dan bahan membuat layang-layang. Padahal bambu memiliki khasiat yang tersembunyi di dunia konstruksi. Konstruksi bambu dipercaya mampu tahan dari gempa bumi. Hal ini karena struktur bambu modiular yang sangat terkunci. Rancangan ini dibuat karena banyaknya populasi manusia namun lahan yang terbatas. Perancangan dengan bambu dapat diperpanjang tanpa menghabiskan banyak tempat dan uang. Ketika strukturnya mengembang, daya resiliensinya meningkat. Rancangan ini dapat tahan lama dan aman bagi keberlanjutan kehidupan manusia.

4.6 Adhi Concrete Pavement System (ACPS)
ACPS merupakan jargon baru setelah pada masa lalu kita mendengar adanya teknik konstruksi cakar ayam dan teknik arjuna sasrabahu. Dari sisi teknik pengerasan jalan, orang melihat ACPS sebagai pengayaan. Apabila sebelum tahun 2009 hanya dikenal dua teknik perkerasan jalan, yakni ”perkerasan lentur” (flexible pavement) dan ”Perkerasan kaku” (concrete/rigid pavement), setelah 2009 ada perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang bisa dibagi dua. Yang pertama adalah perkerasan kaku dengan pracetak-pratekan yang tidak lain adalah ACPS dan, yang kedua, perkerasan kaku dengan cor di tempat.
Penganjur teknik ACPS mengaku bahwa teknik ini menghasilkan waktu konstruksi lebih cepat, hasil lebih bermutu dan lebih awet, menggunakan tenaga lebih sedikit, serta total biaya konstruksi dan pemeliharaan lebih kompetitif. Sebagai karya inovasi yang baru diterapkan, ACPS memang masih harus menghadapi ujian waktu. Namun, kehadirannya memberi warna dalam karya inovasi nasional (meski komponen dasar inovasi ini berasal dari AS). ACPS dimajukan untuk menjawab tantangan soal pembangunan jalan tol yang efisien.

4.7 Prefabrikasi
Prefabrikasi Teknologi ini memungkinkan pekerja konstruksi mengetahui lebih banyak tentang proses pembangunan suatu proyek. Caranya dengan mengakses informasi melalui aplikasi di telepon seluler. Dengan demikian, bisa diketahui secara lebih detail tentang tahap yang harus dikerjakan dalam suatu proyek bangunan dari awal hingga akhir. Orang pun bisa mengoreksi jika ada sesuatu yang dinilai kurang pas dan membuat hasilnya lebih efektif. Konstruksi modular seperti ini semakin populer di wilayah Amerika Utara dan Eropa. Sebagai contoh, teknik ini memungkinkan lima pekerja konstruksi membangun ratusan kamar mandi di rumah sakit hanya dalam beberapa hari.

4.8 3D printing
Kehadiran teknologi 3D printing cukup membuat pekerjaan para arsitek dan desainer bangunan menjadi lebih mudah. Mereka bisa merancang suatu bangunan, kemudian mengoreksi desainnya dengan membuang hal yang tidak penting dan mencetak kembali dengan desain yang telah disempurnakan. Sebelumnya 3D hanya diaplikasikan pada desain bangunan kecil, tetapi sekarang sudah bisa diterapkan pada suatu bangunan besar Misalnya rumah dan gedung kantor secara utuh.hal ini dianggap sebagai langkah maju yang signifikan. Penerapannya pun menjadi tidak terbatas. Bahkan bisa digunakan untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah di berbagai pelosok dunia. Material bangunan ramah lingkungan Pencetusan gagasan untuk membuat bangunan hijau atau ramah lingkungan telah dimulai sejak tahun 1960-an. Saat ini, konsep bangunan hijau dinilai menjadi desain yang harus dilakukan karena dianggap sebagai investasi yang menguntungkan bagi masa depan suatu pengelola gedung atau bangunan. Material bangunannya bisa dicampur dengan material tradisional yang sudah ada sebelumnya. Misalnya campuran aspal dan beton yang bisa menjadi lebih efisien bila dikombinasikan sehingga bisa digunakan berulang kali.

4.9 Konektivitas
Konektivitas menjadi hal yang sangat dipertimbangkan saat ini karena meningkatkan efisiensi konstruksi suatu bangunan. Melalui sistem berbasis cloud yang bisa diakses dari mana saja dapat menghubungkan pekerja ke proyek konstruksi secara real time. Dengan begitu, koordinasi dari petugas di kantor terhadap pekerja di lapangan bisa dilakukan secara langsung sehingga data penting yang dipeoleh dari proyek bisa langsung dianalisis dan ditindaklanjuti.

4.10 Augmented reality
Augmented reality mengubah cara pekerja konstruksi mengerjakan tugas mereka. Teknologi ini memungkinkan pekerja menganalisis masalah pembangunan suatu gedung yang ditemui di lapangan dan memperbaikinya. Ada puluhan aplikasi di telepon seluler yang berhubungan dengan augmented reality. Berbagai perusahaan pun terus mengembangkan perangkatnya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan di lapangan sehingga sesuai dengan rencana.

5. SSUK dan SSKK
SSUK adalah syarat – syarat yang bersifat umum yang jarang sekali diubah dalam suatu kontrak seperti administrasi. SSUK diterapkan secara luas dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi ini  tetapi  tidak  dapat bertentangan  dengan ketentuan - ketentuan  dalam  Dokumen  Kontrak  lain  yang lebih  tinggi  berdasarkan  urutan  hierarki  dalam  Surat  Perjanjian. SSKK adalah syarat – syarat yang bersifat khusus yang sering kali diubah dalam suatu kontrak seperti spesifikasi barang.
Dasar Hukum :
1.      Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaaan Barang/Jasa
Pemerintah
2.      Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/ Jasa  
Pemerintah
3.      Keputusan DepuD I Nomor 3 Tahun 2018 tentang Standart Dokumen Pemilihan
melalui Tender, Seleksi dan Tender Cepat untuk Pengadaan Barang/Jasa lainnya/Jasa Konsultasi
4.      Keputusan DepuD I Nomor 4 Tahun 2018 tentang Standart Dokumen Pemilihan
melalui Penunjukan Langsung untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya/Jasa Konsultasi
5.      Keputusan DepuD I Nomor 5 Tahun 2018 tentang Standart Dokumen Pemilihan
melalui Pengadaan Langsung untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya/Jasa Konsultasi  

6. Jaminan penawaran, Jaminan Pelaksanaan, Jaminan uang muka, Jaminan pemeliharaan, Jaminan sanggah dan Banding
6.1 Jaminan penawaran
1.      Jaminan penawaran pada E-Tendering dengan metode E-Lelang tidak diperluan untuk pengadaan barang/jasa yang memiliki nilai paling tinggi Rp. 2,5 milyar atau tidak menimbulkan risiko apabila pemenang mengundurkan diri menyebabkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan pada waktunya.
2.      Jaminan penawaran sebagaimana dimaksud disampaikan dalam bentuk softcopy hasil pemindaian (scan) yang dimasukkan dalam dokumen penawaran.
3.      Jaminan penawaran asli disampaikan pada saat pembuktian kualifikasi untuk pascakualifikasi dan pada saat sebelum penetapan pemenang untuk prakualifikasi.
4.      Jika calon pemenang tidak memberikan jaminan penawaran asli sebagaimana dimaksud atau jaminan penawaran tidak dapat dicairkan maka akun SPSE penyedia barang/jasa dinonaktifkan dan dapat dimasukkan dalam daftar hitam.

6.2 Jaminan Pelaksanaan
1.    Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

2.    Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, dalam hal:
a. Pengadaan Jasa Lainnya yang aset Penyedia sudah dikuasai oleh Pengguna; atau
b. Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing.

3.    Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan adalah sebagai berikut:
a. untuk nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan  
    100% (seratus persen) dari nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen)  
    Dari nilai kontrak; atau
b. untuk nilai penawaran terkoreksi di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai
    HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai total HPS.

4.    Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan untuk pekerjaan terintegrasi adalah sebagai berikut:
a. untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100%
 (seratus persen) dari nilai Pagu Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima
 persen) dari nilai kontrak; atau
b. untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai Pagu
 Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Pagu Anggaran.

5.    Jaminan Pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi.

6.3 Jaminan uang muka
Uang muka dapat diberikan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan, antara lain:
a. mobilisasi barang/bahan/material/peralatan dan tenaga kerja;
b. pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok barang/bahan/material/peralatan; dan/atau
c. pekerjaan teknis yang diperlukan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan.

Pasal 29
1. Uang muka dapat diberikan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan
2. Uang muka diberikan dengan ketentuan :
    a. Paling tinggi 30 % (tiga puluh persen) dari nilai    kontrak untuk usaha kecil ;
    b. Paling tinggi 20 % (dua puluh persen) dari nilai kontrak untuk usaha non-kecil dan    
        Penyedia Konsultansi ; atau
    c. paling tinggi 15 % (lima belas persen) dari nilai kontrak untuk kontrak tahun jamak.
3. Pemberian uang muka dicantumkan pada rancangan kontrak yang terdapat dalam
    Dokumen Pemilihan.

* Besaran nilai  senilai uang muka.
Jaminan uang muka diserahkan kepada PPK.
Jaminan Uang Muka dapat berupa bank garansi atau surety bond, Jaminan Uang Muka bersifat :
a. tidak bersyarat ;
b. mudah dicairkan ;
c. harus dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah
    surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang diberi kuasa oleh Pokja
    Pemilihan/PPK diterima.

6.4 Jaminan pemeliharaan
Jaminan Pemeliharaan (Maintenance Bond) adalah surat jaminan yang berfungsi untuk menjamin pelaksanaan Pekerjaan Pemeliharaan yang diberikan oleh penyedia Pekerjaan Konstruksi atau Pengadaan Jasa Lainnya guna memperbaiki kerusakan-kerusakan pekerjaan setelah pelaksanaan pekerjaan selesai sesuai dengan yang diperjanjikan dalam kontrak. Jaminan Pemeliharaan ini tidak digunakan dalam Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi.
Jaminan Pemeliharaan ini berlaku mulai dari pekerjaan pemeliharaan sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah masa pemeliharaan selesai.
Besaran nilai Jaminan Pemeliharaan sebesar 5%  (lima perseratus) dari nilai Kontrak atau dapat pula berupa uang retensi sebesar 5% dari nilai pekerjaan setelah menyelesaikan 100% atas proyek pekerjaanya (Telah diterbitkan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan).
Dalam hal masa pemeliharaan berakhir pada tahun anggaran berikutnya yang menyebabkan retensi tidak dapat dibayarkan, maka uang retensi dapat dibayarkan dengan syarat Penyedia menyampaikan Jaminan Pemeliharaan senilai uang retensi tersebut.
Untuk jaminan pemeliharaan, jaminan yang dicairkan dapat digunakan oleh Pejabat Penandatangan Kontrak untuk melaksanakan perbaikan dalam masa pemeliharaan. Nilai pencairan jaminan paling  tinggi sebesar nilai jaminan.

6.5 Jaminan sanggah dan Banding
Perpres No.16 Tahun 2018 Pasal 32 :
(1)   Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) besarnya
1% (satu persen) dari nilai total HPS.
(2) Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi, Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) besarnya 1% (satu persen) dari nilai Pagu Anggaran.

Kelompok 1:
Bernisqia Fachri Wijaya (18316195)
DImas Satrio Putra
Ferdinand Aldo Orlando
Muhammad Farhan
Wahyu Adhi Pranata

Kelas: 4TA04
Dosen: Wido Kharisma

Rabu, 19 Juni 2019

Tugas SoftSkill: Ekonomi Teknik

1. Berikan masing-masing 5 contoh barang yang dapat terdepresiasi (penyusutan) dan yang tidak dapat terdepresiasi?
Jawab:

    A. Barang yang dapat terdepresiasi:
         - Peralatan
         - Bangunan
         - Mesin
         - Kendaraan
         - Furniture

    B. Barang yang tidak dapat terdepresiasi:
         - Saham
         - Reksadana
         - Obligasi
         - Emas
         - Investasi Properti

2. Biaya pemeliharaan mesin sebagai berikut:

Tahun
Biaya  (Rp. Dalam Juta)
1
1
2
1,3
3
1,6
4
1,9
5
2,2
   Berapa biaya pertahunnya yang sebanding dengan rangkaian biaya pemeliharaan diatas, bila suku bunga 9% PA?
Jawab: 

P   = A (P/A, 8%, 5) + G (P/G, 8%, 5)
     = 1 (3,993) + 0,3 (7,372)
     = 3,993 + 2,212
     = 6,205
Biaya yang harus ditabung/ disiapkan sekarang bila suku bunga 8% PA adalah
Rp 6.205.000

3. Biaya pemeliharaan mesin sebagai berikut:


Tahun
Biaya  (Rp. Dalam Juta)
1
2
2
3
3
4
4
5
Berapa biaya pertahunnya yang sebanding dengan rangkaian biaya pemeliharaan diatas, bila suku bunga 9% PA?
Jawab:

A    = A + G (A/G, 9%, 4)
       = 2 + 1 (1,393)
       = 3,939
Biaya pertahunnya yang sebanding dengan rangkaian biaya pemeliharaan diatas, bila suku bunga 9% PA adalah Rp 3.939.000

Tugas Softskill 2: Aspek Hukum Dalam Pembangunan

Nominal/Biaya Perpres No. 4 Tahun 2015 Pasal 70 Jaminan Pelaksanaan diminta PPK kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk Kont...